Sabtu, 28 Februari 2015

PERGAULAN YANG BAIK


Hasil gambar untuk SIKAP positif PERGAULAN YANG BAIKBENTUK-BENTUK PERGAULAN YANG SEHAT
Berikut ini adalah beberapa bentuk pergaulan yang sehat:
   1.      Kelompok bermain teman sebaya
Dalam hal ini adalah permainan yang mengarah kepada pembentukan tubuh yang sehat yang berlangsung pada kanak-kanak. Bentuk permainan sebagai sarana pergaulan yang sehat.
   2.      Kelompok belajar
Pembentukan kelompok belajar merupakan bentuk pergaulan yang sehat mengarah pada pemupukan aspek kecerdasan. Melalui kegiatan kelompok belajar inilah daya pikir anak lebih terasa bukan untuk dirinya sendiri, melainkan juga dalam bentuk penyimpangan terhadap orang lain.
3.      Kegiatan pengembangan diri
Dalam bentuk perkumpulan-perkumpulan yang mengarah kepada pengembangan bakat dan minat. Dengan menjadi anggota suatu perkumpulan pengembangan diri inilah anak disamping dapat membentuk kecakapan sesuai bakatnya, juga memperluas pergaulan dari berbagai latar belakang yang memiliki kesamaan minat.
4.      Kegiataan keagamaan
Sesuai agama yang dianutnya pembinaan mental spiritual yang berkaitan dengan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME secara intensif dapat dilakukan dengan aktif terjun dalam kegiatan keagamaan sesuai dengan agama yang dianutnya.
5.      Kegiatan karang taruna
Karang taruna merupakan organisasi kemasyarakatan yang mewadahi kegiatan pemuda/pemudi atau remaja yang ada di lingkungan pemukiman di bawah pemerintah desa. Melalui karang taruna inilah anak mengenal kemajemukan-kemajemukan msyarakat di lingkungannya. Melalui karang taruna inilah anak dipupuk untuk memiliki sifat social dalam bentuk kepedulian terhadap kemajuan daerah tempat tinggalnya.
6.      Kegiatan social kemasyarakatan
Dalam kehidupan masyarakat luas tehadap berbagai macam kegiatan yang bergerak di bidang social kemasyarakatan. Melaui kegiatan social kamasyarakatan tersebut anak dilatih untuk menerapkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari.
7.      Kegiatan pecinta alam
Kegiatan pecinta alam merupakan media yang tepat bagi remaja yang senang berpetualang dan mencari tahu mengenai rahasia alam secara langsung.
C.     PENGARUH POSITIF PERGAULAN
Pergaulan merupakan ajang sosialisasi bagi individu dalam mengenal lingkungan sosialnya. Melalui pergaulan diperoleh manfaat sebagai berikut:
1.      Lebih mengenal nilai-nilai dan norma social yang berlaku sehingga mampu membedakan mana yang pantas dan mana yang tidak dalam melakukan sesuatu.
2.      Lebih mengenal kepribadian masing-masing orang sekaligus menyadari bahwa manusia memiliki keunikan yang masing-masing perlu dihargai
3.      Mampu menyesuaikan diri dalam berinteraksi dengan banyak orang sehingga mampu meningkatka rasa percaya diri
4.      Mampu membentuk kepribadian yang baik yang bisa diterima di berbagai lapisan masyarakat sehingga bisa tumbuh dan berkembang menjadi sosok individu yang pantas diteladani

SIKAP AYAH KEPADA ANAKNYA

 




 1. Pembentuk Identitas. Anak lelaki pertama kali belajar menjadi dirinya dengan mengamati ayahnya yang sesama lelaki. Kalau Ayah tidak hadir dalam hidupnya, dia akan lebih sulit membentuk identitas diri, akibatnya anak menjadi minder atau bingung dalam menentukan sikap

2. Rasa Nyaman dan Percaya Diri. Anak laki laki sangat butuh untuk merasa diakui dalam kelompok. Kedekatan dengan ayah memenuhi kebutuhan ini. Studi menunjukkan bahwa anak anak yang tidak dekat dengan ayahnya cenderung mengikuti geng geng yang negatif, ini disebabkan karena mereka mencari penerimaan di luar keluarga

3. Penanam Nilai-nilai Hidup. Anak-anak yang memiliki ayah secara ekonomi lebih stabil daripada mereka yang tidak. Ini membuat mereka memiliki rasa harga diri dan nilai nilai lain yang dibentuk oleh ayahnya seperti etos kerja, hubungan yang sehat, dan sifat melindungi seluruh anggota keluarga.

4. Membentuk Karakter. Anak lelaki memperhatikan karakter ayahnya lalu meniru apa yang mereka lihat. Ayah bisa mncontohkan karakter positif  seperti kejujuran, keberanian, keadilan, wawasan yang luas serta bagaimana berkontribusi positif buat masyarakat. Anak anak yang tidak mejadikan ayahnya sebagai model cenderung berkiblat pada selebritis, atlit populer, atau musisi sebagai model hidupnyA 

5. Mengajari Sikap Menghargai Orang Lain. Ayah yang tidak perhatian kepada anak lelakinya otomatis mengajarkan sikap tidak menghargai orang lain. Para Ayah jaman sekarang bisa mengajari anak anak sikap menghargai orang lain seperti mendengarkan, membangun rasa percaya, kesopanan, dan batas batas dalam pergaulan

6. Mengisi Ruang Hampa pada Jiwa Anak. Anak yang tidak memiliki ayah, atau ayah tidak dekat dengannya cenderung merasa bahwa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Inilah mengapa anak anak yang tidak dekat dengan ayahnya atau tidak memiliki ayah cenderung lari ke seks, pornografi, kekerasam, obat obatan, atau sikap sikap yang merusak dirinya sendiri. Kehadiran Ayah membuat anak merasa lengkap dan penuh.

7. Memberi Pemahaman tentang Seks. Anak laki laki juga banyak pertanyaan tentang seks, terlebih saat memasuki masa pubertas. Ayah bisa mengajari mereka tentang tanda tanda baligh, mimpi basah, perbedaan mani dan madzi, mandi junub, aurat, dan prilaku seksual yang sehat, mereka tidak akan nyaman membicarakan hal hal seperti ini dengan ibunya. Bila tidak, mereka akan mencari sendiri dan bisa terjerumus dalam pornografi.

8. Mengajari Makna Cinta. Anak yang merasa dicintai oleh ayahnya akan belajar banyak hal tentang kepercayaan dan kasih sayang, mereka akan memandang cinta sebagai hal yang melahirkan rasa bahagia. Sedangkan anak lelaki yang merasa diabaikan oleh ayahnya justru melihat cinta sebagai kerapuhan, kepercayaan sebagai hal lemah yang buruk, sehigga merekapun kesulitan membangun hubungan pernikahan yang sehat.

SIKAP POSITIF DALAM PERSAHABATAN

Sikap positif memelihara persahabatan – Persahabatan merupakan ciri khas pergaulan sosial umat manusia. Hubungan persahabatan terjadi karena manusia saling membutuhkan satu sama lain. Oleh sebab itu pada artikel ini akan dibahas hal-hal untuk memelihara persahabatan agar tetap awet dan langgeng.
Hasil gambar untuk SIKAP positif dalam persahabatan

Memang tidaklah mudah untuk dilakukan! Memelihara sesuatu lebih sulit daripada mendapatkannya. Ungkapan bijak ini sering dilontarkan orang tua terhadap anaknya. Meskipun sederhana namun memiliki makna yang luas dan dalam. Bisa digunakan oleh siapa pun dan dimana pun berada.
Mendapatkan sahabat baru yang lebih banyak, sangatlah gampang. Di dunia nyata, syaratnya mudah: seringlah bergaul! Di dunia maya apalagi. Syaratnya punya akun tweeter, facebook, google plus, dan lain sebagainya. Dalam waktu sekian menit bisa mendapatkan teman sekian banyak. Namun setelah itu sering terjadi konflik sosial dalam pergaulan.
Yang sulit adalah merawat persahabatan. Namun orang akan berusaha terus bagaimana mempertahankan sebuah persahabatan agar tetap langgeng dan bermanfaat. Berikut adalah beberapa sikap positif  memelihara persahabatan :
1.Sahabat itu orang penting.
Jika kita menganggap sahabat itu sebagai orang penting, akan berlaku hukum alam. Kita juga akan dianggap orang penting oleh sahabat. Dianggap orang penting ( bukan merasa jadi orang penting ), suatu kesenangan bagi manusia. Itu naluri alamiah. Toh, faktanya dalam hidup ini kita memang butuh orang penting.
2.Saling Menghormati.
Sikap saling menghormati akan menimbulkan rasa dihargai. Ini akan membuat orang bersahabat menjadi lebih nyaman, dan dibutuhkan. Sikap menghormati diaktualisasikan melalui ucapan/kata-kata dan tinngkah laku terhadap sahabat.
3.Hindari prasangka buruk.
Prasangka buruk terhadap sahabat justru akan merusak persahabatan. Oleh sebab itu diharapkan tidak mudah berburuk sangka, sebaliknya selalu bersangka baik kepada sahabat. Prasangka baik merupakan sebuah hikmah kebijaksanaan yang membuat sahabat merasa dilindungi. Siapa yang tak akan merasa nyaman mendapat pembelaan positif dari sahabatnya?
4.Memberi dan meminta maaf.
Dalam pergaulan tidak selalu yang kita ucapkan dan lakukan akan berkenan dihati sahabat. Mungkin ada hal yang membuat sahabat tersinggung namun tidak ia ungkapkan. Begitu sebaliknya. Oleh sebab itu jangan terlalu pelit untuk memberi atau meminta maaf. Bahkan jauh sebelum ia meminta maaf, kita sudah memaafkannya terlebih dulu.
5.Rela berkorban
Pengorbanan tidak mungkin jauh dari ikatan persahabatan. Pengorbanan dalam bentuk materi dan perasaan. Kadang-kadang kita perlu berdusta untuk membela sahabat dari kesalahan yang mungkin bisa dibela. Kita mengetahui berdusta itu adalah dosa. Namun demi sahabat kita rela berkorban.
Pengorbanan dalam bentuk materi apalagi. Kadang-kadang sahabat menjadi tempat berhutang uang, pulsa, dan lain sebagainya. Namun kealpaan membayar hutang justru dapat merenggangkan persahabatan. Bahkan bias menimbulkan permusuhan!
6.Menjadi pendengar yang baik.
Menjadi pendengar yang baik, mendengar curahan hati dan keluh kesah sahabat memang tidak mengenakkan. Namun lebih baik kita berusaha melakukannya ketimbang mengkritiknya. Mendengar dan menyimak apa yang diungkapkannya, tentu saja tidak sambil ngantuk. Mengangguk-angguk mengiyakan ucapan teman sambil ngantuk dan menguap justru membuat sahabat menjadi tidak dihargai.
7.Berani menasehati.
Sahabat yang baik adalah yang berani menasehati kita saat melakukan kekeliruan atau kesalahan. Nasehat dilakukan dengan tulus dan ikhlas agar tidak terlampau parah kesalahannya. Jika salah salah menasehati sahabat bias menjadi bumerang bagi diri sendiri.
Demikian sikap positif yang dapat dilakukan agar persahabatan terpelihara dengan baik. Mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua. Silahkan berkomentar pada kolom di bawah ini.

PERKAWIAN YANG BAIK MENURUT AGAMA KATOLIK

Pemahaman Perkawinan Menurut
Gereja Katolik


Hasil gambar untuk perkawinan sejati menurut agama katolikAJARAN GEREJA KATOLIK TENTANG PERKAWINAN
Ada begitu banyak pasangan calon mempelai yang sudah lama ber­pacaran, namun seringkali mereka belum mempergunakan kesempatan pacaran itu untuk dapat mempersiapkan diri dalam membangun keluarga katolik. Salah satu hal yang sangat penting namun seringkali terlupakan adalah kurangnya/ tidak pernah dilaksanakan pengolahan pengalaman hidup untuk melangsungkan suatu pernikahan sesuai ajaran Gereja Katolik. Oleh karena itu pentinglah, dalam membaca uraian di bawah ini, pembaca menggali pengalaman pribadi, khususnya ketika mempersiapkan perkawinannya. Rumusan ini bisa membantu un­tuk menilai diri sendiri, apakah memang sudah siap (minimal) secara mental dan rohani untuk melangsungkan perkawinan.
Perkawinan adalah: PERSEKUTUAN HIDUP - ANTARA SEORANG PRIA DAN SEORANG WANITA - YANG TERJADI KARENA PERSETUJUAN PRIBADI - YANG TAK DAPAT DITA­RIK KEMBALI - DAN HARUS DIARAHKAN KEPADA SALING MENCINTAI SEBAGAI SUAMI ISTERI - DAN KEPADA PEMBANGUNAN KELUARGA - DAN OLEH KARENANYA MENUNTUT KESETIAAN YANG SEMPURNA - DAN TIDAK MUNGKIN DIBATALKAN LAGI OLEH SIAPAPUN, KECUALI OLEH KEMATIAN.
a. PERSEKUTUAN HIDUP
Apa yang pertama-tama kelihatan pada perkawinan Katolik? Jawabnya adalah: Hidup bersama. Namun, hidup bersama itu masih berane­karagam isinya. Dalam perkawinan Katolik, hidup bersama itu mewujudkan persekutuan. Jadi, hidup bersama yang bersekutu. Bersekutu mengisyaratkan adanya semacam kontrak, semacam ikatan tertentu dengan sekutunya. Bersekutu mengandaikan juga kesediaan pribadi untuk melaksanakan persekutuan itu, dan untuk menjaga persekutuan itu. Ada kesediaan pribadi untuk mengikatkan diri kepada sekutunya, dan ada kesediaan pribadi untuk memperkembangkan ikatannya itu supaya menjadi semakin erat.
Ikatan ini tidak mengurangi kebebasannya. Justru ikatan itu mengisi kebebasan orang yang bersangkutan. Pertama-tama karena para calon mempelai memilih sendiri untuk bersekutu, dan bebas un­tuk memilih mau bersekutu dengan siapa, memilih untuk terikat dengan menggunakan kebebasan sepenuhnya; tetapi juga karena kebebasan itu hanya dapat terlaksana dalam melaksanakan pilihannya untuk bersekutu ini. Dengan kata lain boleh dikatakan bahwa persekutuan itu membuat orang sungguh-sungguh bebas karena dapat memperkem­bangkan kreatifitas dalam memelihara dan mengembangkan persekutuan itu; bukan dengan menghadapkan diri pada pilihan-pilihan yang baru lagi. Persekutuan yang dibangun itu menjadi tugas kehidupan yang harus dihayatinya.

b. SEORANG PRIA DENGAN SEORANG WANITA
Penekanan pertama di sini adalah seorang dengan seorang: arti­nya orang seutuhnya dengan orang seutuhnya. Ini menggambarkan penerimaan terhadap satu pribadi seutuhnya. Yang diterima untuk bersekutu adalah pribadi, bukan kecantikan, kegantengan, kekayaan atau kepandaiannya saja. Ada beberapa catatan untuk penerimaan satu pribadi ini: Pertama, menerima pribadi itu berarti menerima juga seluruh latar belakang dan menerima seluruh masa depannya. Artinya, saya tidak dapat menerima pribadi itu hanya sebagai satu pribadi yang berdiri sendiri. Selalu, saya harus menerima juga orang tuanya, kakak dan adiknya, saudara-saudaranya, teman-teman­nya, bahkan juga bahwa dia pernah berpacaran atau bertunangan dengan si ini atau si itu. Lebih jauh lagi, saya juga harus meneri­ma segala sesuatu yang terjadi padanya di masa mendatang: syukur kalau ia menjadi semakin baik, tetapi juga kalau ia menjadi sema­kin buruk karena penyakit, karena ketuaan, karena halangan-halangan; saya masih tetap harus menerimanya. Yang ke dua, menerima pribadi berarti menerima dia apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kalau dipikir secara matematis: yang berseku­tu itu satu dengan satu; bukan 3/4 + 1/2, atau 1 + 6/8; lebih-le­bih lagi, bukan satu dengan satu setengah/satu seperempat/satu tiga perempat/apalagi dengan dua, tiga, dan seterusnya.
Dengan ungkapan lain lagi: Saya seutuhnya, mau mencintai dia seutuhnya/apa adanya. Ini berarti, saya mau menerima dia seutuh­nya, apa adanya; tetapi juga sekaligus saya mau menyerahkan diri seutuhnya kepadanya saja. Yang lain sudah tidak mendapat tempat lagi di hati saya, di pikiran saya. Hanya dia saja. Bahkan, anak-anakpun tidak boleh melebihi dia di hadapan saya, dalam pelayanan saya.
Penekanan ke dua pada seorang pria dengan seorang wanita.Yang ini kiranya cukup jelas. Hanya yang sungguh-sungguh pria dan yang sungguh-sungguh wanita yang dapat melaksanakan perkawinan secara katolik.

c. PERSETUJUAN PRIBADI
Hidup bersekutu itu terjadi karena setuju secara pribadi. Yang harus setuju adalah yang akan menikah. Dan persetujuan itu dilakukan secara pribadi, tidak tergantung pada siapapun, bahkan juga pada pasangannya. Maka, rumusannya yang tepat adalah: “Saya setu­ju untuk melangsungkan pernikahan ini, tidak peduli orang lain setuju atau tidak, bahkan tidak peduli juga pasangan saya setuju atau tidak”.
“Lalu bagaimana kalau pasangan saya kurang atau bahkan tidak setuju?. Dia hanya pura-pura setuju”. Kalau demikian, bukankah pihak yang setuju dapat dirugikan? Ya, inilah resiko cinta sejati. Cinta sejati di sini berarti saya setuju untuk mengikatkan diri dengan pasangan, saya setuju untuk menyerahkan diri kepada pasangan, saya setuju untuk menjaminkan diri pada pasangan; juga kalau akhirnya persetujuan saya ini tidak ditanggapi dengan baik/sesuai dengan kehendak saya. Yang menjadi dasar pemahaman ini adalah karena setiap mempelai membawa cinta Kristus sendiri. Kristuspun tanpa syarat mengasihi kita, Kristus tanpa syarat menerima kita dan memberikan DiriNya bagi kita.

d. PERSETUJUAN PRIBADI YANG TAK DAPAT DITARIK KEMBALI
Persetujuan pribadi untuk bersekutu itu nilainya sama dengan sumpah/janji dan bersifat mengikat seumur hidup. Sebab persetujuan itu mengikutsertakan seluruh kehendak, pikiran, kemauan, pera­saan. Pokoknya seluruh kepribadian. Maka dinyatakan bahwa perse­tujuan itu tidak dapat ditarik kembali. Sebab, penarikan kembali pertama-tama berarti pengingkaran terhadap diri sendiri, penging­karan terhadap kebebasannya sendiri, pengingkaran terhadap cita-cita dan kehendaknya sendiri. Tetapi, kemudian, juga berarti bah­wa pribadinya sudah tidak menjadi utuh kembali.

e. DAN YANG DIARAHKAN
Sebenarnya, pengalaman untuk membuat dan memelihara dan memper kembangkan persetujuan pribadi untuk bersekutu itu sudah harus dipupuk sejak masa pacaran Maka, ada banyak yang merasa bahwa persetujuan semacam itu sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Pokok­nya sudah beres, begitu. Semua sudah siap. Namun, kenyataannya persetujuan yang terjadi pada masa pacaran belumlah memenuhi sya­rat perkawinan. Dan benarlah, persetujuan yang dibangun pada masa pacaran baiklah persetujuan sebagai pacar. Persetujuan yang dibangun pada masa tunangan, baiklah persetujuan sebagai tunangan. Baru, setelah menikah, persetujuan itu boleh menjadi persetujuan sebagai suami-isteri. Maka, Kita lihat, misalnya adanya pembatasan-pembatasan dalam berpacaran, menunjukkan bahwa persetujuan itu belum bisa dilaksanakan sepenuhnya. Secara lebih positif dapat dikatakan bahwa persetujuan semasa pacaran lebih diarahkan untuk dapat melaksanakan janji pada saat perkawinan. Supaya janji pada saat perkawinan sungguh berisi dan memberi jaminan bagi masa de­pan baik pribadi maupun pasangannya. Tiga kata ini juga dapat diartikan penegasan terhadap perkawi­nan sebagai awal dari kehidupan baru bagi kedua mempelai. Bagai­manapun oleh perubahan situasi manusia masih dapat berubah. Pene­gasan ini membantu para suami/isteri untuk melaksanakan isi persetujuan itu.

f. SALING MENCINTAI SEBAGAI SUAMI ISTERI
Pengalaman menunjukkan bahwa calon mempelai biasanya bingung dengan ungkapan ini. Mereka merasa sudah saling mencintai, kok masih ditanya soal ini. Masalahnya, sering tidak disadari bahwa cinta itu bermacam-macam. Ada cinta sebagai saudara, ada cinta sebagai sahabat, ada cinta karena belas kasihan, demikian pula ada cinta suami isteri. Tentu saja, yang namanya cinta sejati tidak pernah dapat berbeda-beda. Yesus menunjuk cinta sejati itu seba­gai orang yang mengorbankan nyawaNya bagi yang dicintaiNya. Dan Yesus memberi teladan dengan hidupNya sendiri yang rela sengsa­ra, bahkan sampai wafat untuk kita semua yang dicintaiNya. Na­mun, perwujudan cinta sejati itu ternyata bisa beranekaragam. Kekhasan dari cinta suami isteri adalah adanya keterikatan isti­mewa yang membuat mereka dapat menyerahkan diri seutuhnya bagi pasangannya. Dalam hal ini kiranya cinta suami isteri dapat diseja­jarkan dengan cinta yang diwujudkan dalam suatu kaul biara atau janji seorang imam. Bedanya, kalau kaul biara atau janji seorang imam tertuju kepada Tuhan di dalam umatNya; dalam perkawinan cinta itu tertuju kepada Tuhan di dalam pasangannya. Yang mau dituju adalah membangun suasana saling mencintai sebagai suami/isteri. Maka, tidak hanya membabi buta dengan cintanya sendiri. “Pokoknya saya sudah mencintai”. Ini tidak cukup. Perjuangan seorang suami/isteri adalah di samping memelihara dan memperkembangkan cintanya, juga mengusahakan supaya pasangannya da­pat ikut mengembangkan cintanya sebagai suami/isteri.

g. PEMBANGUNAN KELUARGA

Hidup dalam persekutuan sebagai suami-isteri mau tidak mau mewujudkan suatu keluarga. Harus siap untuk menerima kedatangan anak-anak, harus siap untuk tampil sebagai keluarga, baik di hadapan saudara-saudara, di hadapan orang tua maupun di hadapan masya­rakat pada umumnya. Maka, membangun hidup sebagai suami-isteri membawa juga kewajiban untuk mampu menghadapi siapapun sebagai satu kesatuan dengan pasangannya. Mampu bekerjasama menerima, meme­lihara dan mendewasakan anak, mampu bekerjasama menerima atau da­tang bertamu kepada keluarga-keluarga lain, mampu ikut serta mem­bangun Gereja. Semuanya dilaksanakan dalam suasana kekeluargaan.

h. KESETIAAN YANG SEMPURNA
Setia dalam hal apa? Empat hal yang sudah diuraikan di atas, yakni persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita, memelihara dan memperkembangkan persetujuan pribadi, membangun sa ling mencintai sebagai suami isteri, membangun hidup berkeluarga yang sehat. Tidak melaksanakan salah satunya berarti sudah tidak setia. Apalagi kalau kemudian mengalihkan perhatiannya kepada se­suatu yang lain: membangun persekutuan yang lain, membuat perse­tujuan pribadi yang lain, membangun hubungan saling mencintai sebagai suami isteri dengan orang lain, membangun suasana kekeluargaan dengan orang lain (juga saudara): Ini dosanya besar sekali
Satu pedoman untuk kesetiaan yang sempurna adalah Kristus sen­diri. Ia setia kepada tugas perutusanNya, Ia setia kepada Bapa­Nya, Ia setia kepada manusia, kendati manusia tidak setia kepadaNya.

i. TAK DAPAT DIPISAHKAN OLEH SIAPAPUN

Persekutuan perkawinan terjadi oleh dua pihak, yakni oleh sua­mi dan isteri. Maka, tidak ada instansi atau siapapun yang akan dapat memutuskan persetujuan pribadi itu. Bahkan suami isteri itu sendiripun tidak dapat memutuskannya, sebab persekutuan itu dibangun atas dasar kehendak Tuhan sendiri. Dan Tuhanlah yang merestuinya. Maka, pemutusan persekutuan perkawinan bisa dipandang sebagai pemotongan kehidupan pribadi suami/isteri. Ini bisa be­rarti pembunuhan, karena pribadi itu dihancurkan.

j. KECUALI OLEH KEMATIAN.
Pengecualian ini didengar tidak enak. Namun, nyatanya, misteri kematian tidak terhindarkan. Karena kematian yang wajar, persetu­juan pribadi itu menjadi batal, karena pribadi yang satu sudah tidak mampu lagi secara manusiawi melaksanakan persetujuannya.

cara yang baik dalam berpacaran menurut iman kristiani

  Pengertian Pacaran Menurut Iman Kristiani
            Konsep kehidupan orang Kristen berbeda dengan orang-orang lain. Kehidupan orang Kristen adalah kehidupan dalam anugerah untuk mengambil bagian dalam rencana karya penyelamatan Allah dalam tuhan Yesus Kristus. Kehidupan yang bertujuan untuk mengerjakan pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan Allah sebelum dunia diajadikan (Efesus 2:10). Oleh karena itu, bagi orang Kristen bahwa pergaulan, pacaran, dan pernikahan tidak lain dari proses kematangan hidup untuk semakin dipersiapkan, memikul dan mengerjakan pekerjaan baik yang sudah disiapkan Allah.
            Dalam Kekristenan pacaran disebutkan sebagai suatu masa perkenalan antara dua pribadi yang menjadi satu kesatuan tubuh dalam kasih dan iman yang sungguh kepada Allah (bnd Kej 2:24; 1 Kor 7:1-16). Pacaran bukanlah sekedar perkenalan saja, melainkan suatu hubungan yang mengikat dua pribadi menjadi satu keutuhan yang menuju kepada pernikahan kudus (bnd Mat 19:6a).

D.    Cara Berpacaran Menurut Iman Kristiani
Dalam berpacaran, ada hal yang harus kita perhatikan agar kita mengetahui mana pacaran yang sesuai dengan iman kita (Kristen) dan mana yang tidak. Hal tersebut antara lain :
1.      Pacaran itu harus didasari Kasih Allah.
       Apa tujuan kita pacaran? Apakah hanya mengisi kekosongan dalam hidup kita, keinginan dalam hidup kita, keinginan mata atau hal-hal yang menyangkut kepada kepuasan diri sendiri, dimana yang menjadi pusat perhatian hanya pada diri sendiri. Sehingga pada masa pacaran timbul istilah bahwa dunia ini hanya milik mereka berdua, dan tai gigipun akan rasa coklat…dan sebagainya,….dsb.
        Orang dunia mengatakan bahwa asmara itu adalah cinta dan itu sangat dibutuhkan bagi orang yang berada pada masa pacaran. Menurut kamus, asmara itu mempunyai dua pengertian yaitu:

1. Cinta Kasih
2. Cinta birahi, dimana seorang anak muda digoda dan tergila-gila pada pasangannya.
         Pada dasarnya asmara itu bukan cinta, karena asmara itu naksir/keinginan yang semua ini berpusat pada diri sendiri. Cinta kasih atau Kasih itu menurut Alkitab bisa kita baca dalam I Korintus 13:4-7. Cinta yang benar tidak dapat dijadikan topeng untuk satu maksud dan motivasi tertentu, cinta yang benar tidak mementingkan diri sendiri, melainkan mengutamakan orang lain. Jadi asmara itu tidak sama dengan cinta sebab dampak dari asmara itu adalah kebalikan dari makna cinta yang sebenarnya. Yes. 13:16, 18, ini merupakan ucapan Tuhan kepada Babil, di mana anak-anak muda tidak perduli lagi terhadap Kudusnya pernikahan itu. Sehingga dampaknya kebebasan seks, adanya pengguguran kandungan dsb.


2.    Tanhap Pacaran Orang Kristen
Dalam berpacaran ada beberapa tahap yang harus dilalui, yaitu :

- Tahap Perkenalan : suatu tahapan di mana dua pribadi berusaha untuk saling mengenal satu sama lain. Bagi pria dan wanita yang sudah saling kenal sebelumnya, proses saling mengenal itu lebih cepat.

- Tahap Penjajakan : pria dan wanita saling berusaha untuk mengenali kebiasaan, dan sifat-sifat. Dari situ mereka dapat saling mengetahui apa mereka beruda saling tertarik dan mau saling berhubungan lebih dekat.

- Tahap Pendekatan : kedua individu berusaha untuk saling menerima satu sama lain, yang akhirnya menampakan ada rasa ingin lebih dekat lagi.

- Tahap Kesepakatan : hubungan kedua individu yang berlainan tersebut bukan lagi sekedar kenal, bukan lagi sekedar bersahabat, melainkan melangkah dalam kesepakatan untuk menikah.
Akan tetapi dalam hubungan berpacaran, seringkali anak-anak remaja jatuh ke dalam dosa seks. Dengan kata lain melakukan seks di luar nika. Berbuat seoalh-olah sudah suami istri, atau menganggap “dunia ini milik kita berdua” dan kurang memperhatikan teman-teman lain yang ada di sekitarnya. Selain itu dalam berpacaran sering juga terhalang karena faktor orang tua tidak setuju, misalnya karena perbedaan suku/budaya, adanya perbedaan pendidikan. Oleh karena itu dalam berpacaran perlu adanya keterbukaan dan pengenalaan yang lebih mendalam lagi mengenai latar belakang seseorang yang akan dijadikan pacar. Selain itu terdapat juga masalah-masalah yang lebih khusus lagi, misalnya cemburu. Hal itu boleh saja terjadi untuk menandakan ada rasa cinta. Tetapi jika berlebihan akan mengakibatkan hal yang sangat fatal. Saling menerima satu sama lain, bukan yang didasarkan pada nafsu (cinta erotis) melainkan didasarkan pada kasih Ilahi.
3.    Sikap Yang Dibutuhkkan Dalam Pacaran
Jadi, pacaran yang sehat sesuai Firman Tuhan itu seperti apa? Kalau kita mengerti bahwa kita adalah manusia yang berdosa sehinga mudah dikuasai oleh hawa nafsu, maka usahakan jangan berduaan di tempat sepi atau bahkan liburan berdua. Menghargai seks sebagai suatu anugerah yang harusnya dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah. Menjadikan pasangan sebagai sahabat baik yang saling mendukung satu sama lain. Mencintai kepribadiannya dan bukan fisik ataupun materi yang dimiliki. Beberapa syarat yang harus dimiliki baik pria ataupun wanita seperti Adam dan Hawa (Kejadian 2:23-25). Pria: memiliki visi, mampu menjadi pemimpin atau menjadi kepala keluarga yang baik, dan bertanggung jawab. Wanita: memiliki kecantikan batin, pendukung, lemah lembut, tenang dan tidak mudah khawatir. Secara keseluruhan, pasangan yang baik adalah pasangan yang memiliki kasih sejati di dalam hidupnya.
1 Korintus 13:4-5, Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Masing-masing dari kita harus mengaplikasikan sifat-sifat tersebut, sehingga kita mampu menjadi pasangan yang penuh kasih sesuai dengan apa yang baik di mata Tuhan.
4.    Batas-batas pergaulan Berpacaran
    Apakah dalam masa berpacaran boleh ada keterlibatan seksuil? Pertanyaan diatas merupakan hal menjadi pertanyaan  banyak kaum muda masa kini. Ada tiga macam praktek yang “biasa” di kalangan kaum muda di kala mereka berpacaran,  yaitu berciuman, berpelukan dan meraba-raba. Praktek berciuman dianggap oleh kaum muda sebagai suatu tindakan “yang biasa”, yang “tidak perlu diganggu gugat lagi”, yang “tidak usah dijadikan bahan cerita lagi” dsb. Benarkah itu?
 Bahkan banyak para pemuda yang mengartikan bahwa hubungan seks merupakan cara untuk menunjukkan rasa sayang kita kepada orang yang kita sayangi apalagi kalau dilakukan dan dialami sebagai wujud cinta kasih, sebagai sarana cinta. Padahal hubungan seks hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah menikah sebagai pernyataan kasih, karena hubungan seks yang dilakukan bukan karena nafsu birahi belaka, tetapi karena dorongan cinta personal.
Seorang pemuda atau pemudi yang bijaksana, lebih-lebih yang takut akan Tuhan, perlu tahu bahwa praktek bercium-ciuman itu hanya boleh dilakukan dikalangan khusus yaitu diantara mereka yang sudah menikah. Praktek berpelukan ini pun sudah dianggap “biasa”. Sambil duduk-duduk berdekatan, dua orang muda itu saling membelai dan memeluk. Mengenai kebiasaan ini, itu memang perlahan tetapi pasti akan membawa kearah kerusakan. Fakta-fakta yang menyedihkan dalam kehidupan sehari-hari membuktikan bahwa sudah teramat banyak jumlah pemuda dan pemudi yang menjadi korban kebiasaan yang keliru itu.
     Kebiasaan meraba-raba adalah suatu kombinasi antara berciuman dan berpelukan. Kebiasaan ini lazim disebut dengan istilah “ bercinta system Braille”. Dan kebiasaan inipun telah menelan korban yaitu menghasilkan suatu pernikahan yang kacau atau tidak terhormat. Harapan mereka akan cita-cita yang murni dalam perkawinan telah kandas ditengah jalan.

Sabtu, 31 Januari 2015

dampak negatif berpacaran

1. Mudah terjerumus ke perzinaan
Beberapa pelaku pacaran seringkali menyangkal tentang hal ini. Kata mereka, asalkan bisa menjaga hati, InsyaAllah tidak terjadi hal itu (waaah, perbuatan munkar kok pake InsyaAllah..). cobalah simak hadits ini:
“Tercatat atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua teling zinanya mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang dengan keras), kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang berhazrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisasi) oleh kelamin atau digagalkannya.” (HR Bukhari).

Padahal engkau tahu, yang namanya orang pacaran, pasti ada hal-hal yang tidak dibenarkan dalam islam: memandang lawan jenis, berpegangan tangan, berduaan di tempat sepi, berciuman, hingga….ah, tak usah disebutkan. Bahkan meski pacarannya hanya sebatas lewat telpon, SMS atau chatting pun, hal tersebut sudah bisa memicu terjadinya zina hati.
Semua larangan-larangan tadi ada dalil shahihnya. Sebagai contoh, simaklah hadits ini:
Rasulullah saw. berpesan “Janganlah engkau ikuti padangan dengan padangan berikutnya, karena untukmu adalah padangan yang pertama, sedangkan selanjutnya bukan untukmu.” (HR. Ahmad) Dan hadits yang terkenal : ”Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai oleh mahramnya karena sesungguhnya yang ketiga adalah setan.”

Tentang dampak negatif yang pertama ini tak perlu disangkal lagi. Tak terhitung lagi jumlah pemuda muslim yang benar-benar terjerumus dalam perzinaan—yang diawali dari aktivitas pacaran. Kalau sudah berzina, berarti ia telah melakukan dosa besar yang akan menyebabkan dampak-dampak buruk lainnya—baik yang ia rasakan di dunia maupun di akhirat.

2. Melemahkan Iman
Orang yang pacaran cenderung meletakkan rasa cinta kepada kekasihnya di atas rasa cinta kepada Sang Pencipta. Tak perlu mengelak ataupun mengiyakan, sebab pernyataan ini bisa dibuktikan dengan kualitas ibadah seseorang. Jika kualitas ibadah seseorang menurun setelah mengalami jatuh cinta, itu artinya porsi kecintaannya kepada Allah berkurang. Ia jadi jarang ke Masjid, jarang membaca Al Quran, meninggalkan shalat sunnah, bahkan beberapa hafalannya hilang, serta banyak ibadah lain yang terlewatkan.

3. ‘melatih’ kemunafikan
Orang yang berpacaran itu seringkali menipu, berusaha agar pasangannya yakin bahwa ialah yang terbaik. Memang tidak semua.. tapi umumnya begitu. Ia akan menampakkan hal-hal yang baik di depan kekasihnya. Adapun hal-hal yang buruk sebagian besar ia sembunyikan. Sebagian orang ada yang sengaja menunjukkan beberapa keburukannya kepada kekasihnya sekedar untuk meraih simpati, mencari kesamaan, mendapatkan pemakluman, atau sebagai bumbu-bumbu romantisme belaka. Namun tidak jarang orang yang berpacaran mengatakan sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan hati kecilnya.

4. Menjadikan panjang angan-angan.
Orang yang sedang jatuh cinta—pacaran—seringkali teringat dengan orang yang dicintainya itu. Lalu ia memikirkan sesuatu, berandai-andai setiap waktu—tentang apa yang akan dilakukan nanti saat bertemu, tentang apa yang akan diberikan saat itu, tentang kata-kata yang akan diucapkan sebagai bumbu, dan masih banyak lagi. Padahal ummat Islam dilarang berpanjang angan-angan.

5. Mengurangi produktivitas
Jika tidak pacaran, seorang siswa tentunya bisa melakukan aktivitas lain yang lebih produktif; misal membuat karya seni, menulis artikel, cerpen, puisi, karya tulis, mengerjakan PR, atau yang lainnya. Namun seringkali produktivitasnya turun lantaran ia berpacaran.

6. Menjadikan hidup boros
orang yang pacaran akan selalu berkorban untuk pacarnya. Bahkan uang yang seharusnya untuk ditabung bisa habis untuk bersenang-senang: membelikan hadiah pacarnya, membeli pulsa, mentraktir, nonton Film, dan yang lainnya.

7. Akan melemahkan daya kretaifitas dan menyulitkan konsentrasi, karena pikiran mereka hanya tertuju kepada pacarnya

8. Akan menyebabkan terlambatnya studi. Banyak fakta yang menyebutkan bahwa menurunnya prosentase kelulusan para pelajar adalah akibat pacaran, mereka jarang belajar, karena jalan-jalan terus dengan pacarnya, tidak pernah beli buku (karena uangnya habis untuk berenang-senang).

9. Terjadinya pertengkaran dan pembunuhan, hanya karena rebutan pacar.

10. Tidak setia dengan pasangannya jika sudah menikah, karena masing-masing ingat dengan pacarnya yang lama, dan selalu membanding-bandingkan antara suami/ istrinya yang syah dengan pacarnya yang lama.

11. dan dampak negatif lainnya (silahkan ditambahkan lewat ‘coment’)

“Barang siapa yang jatuh cinta, lalu tetap menjaga kesucian dirinnya, menyembunyikan rasa cintanya dan bersabar hingga mati maka dia mati syahid.”

Sungguh sangat beruntung orang yang mencintai dengan kesucian diri dan berlindung dari godaan syatan yang terkutuk. Tentunnya orang yang menjaga cintannya yang suci hingga ia meninggal dunia. Rasullulah SAW juga berpesan;

“Cintailah sesuatu itu dengan biasa-biasa saja, karena boleh jadi suatu saat nanti dia akan menjadi sesuatu yang kamu benci, dan bencilah sesuatu yang tidak kamu ketahui dengan biasa-biasa saja, karena boleh jadi suatu saat nanti dia akan menjadi sesuatu yang kamu cintai (H.R. Bukhari, Abu Daud, Tirmizi, dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah)


Kedewasaan kita dalam berpacaran bisa dilihat dari kesiapan untuk bertanggung jawab. Ini dapat dilihat dari kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan peran, membagi waktu, perhatian, dan tanggung jawab antara belajar, pekerjaan rumah, dan pacaran. Kesiapan untuk berbagi dengan orang lain, menghadapi permasalahan pacaran, dan tetap bisa mengendalikan diri dan memenuhi nilai-nilai yang dianut dalam berhubungan dengan lawan jenis.

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com